
NASIONALTERKINI.UOGYAKARTA – Dunia tengah memasuki fase transformatif yang melampaui batas fisik dan geopolitik. Antara tahun 2025 hingga 2043, sebuah pergeseran besar tak hanya terjadi pada lanskap ekologis dan teknologi, tetapi juga pada ranah spiritual manusia. Di balik fenomena ini, getaran energi numerologis angka 9 disebut-sebut sebagai simbol puncak dari siklus besar umat manusia—sebuah era penutupan, pembersihan, dan pembebasan kolektif.
Menurut Agus Rachman, pemerhati pariwisata dan budaya spiritual, masa ini bukan sekadar transisi global, melainkan panggilan bagi umat manusia untuk meninjau ulang tujuan hidup dan arah perjalanan kolektifnya. “Kita sedang bergerak dari paradigma liburan menuju ziarah batin. The Great Pilgrimage bukan sekadar metafora, melainkan gelombang kesadaran baru yang nyata dan terus tumbuh,” ujarnya.Kamis:24/04/2025 saat di temui di Caffe Yogyakarta

Energi 9 dan Getaran Kosmik

Dalam numerologi, angka 9 merepresentasikan kebijaksanaan, penyelesaian, dan universalitas. Bagi banyak spiritualis, ini adalah angka penutup zaman yang membuka jalan bagi kebangkitan baru. Ditinjau dari perspektif fisika spiritual, resonansi elektromagnetik bumi—dikenal sebagai Schumann Resonance—beresonansi dengan dinamika kesadaran manusia. Fenomena ini diyakini sebagai pemicu bawah sadar yang mendorong manusia untuk “melakukan perjalanan” secara literal maupun spiritual.
“Fenomena ini kita lihat dari meningkatnya minat terhadap tempat-tempat sunyi, sacred site, hingga retreat-transformasi. Wisata tidak lagi soal eksplorasi luar, tapi lebih ke dalam,” tambah Agus.
Munculnya Conscious Travel Economy
Transformasi ini memunculkan sebuah paradigma baru dalam dunia pariwisata: wisata kesadaran—gerakan yang menggeser fokus dari destinasi hiburan ke tempat-tempat berenergi tinggi, seperti gunung suci, kuil kuno, dan situs alam yang masih perawan. Konsep ini diyakini akan menjadi inti dari Conscious Travel Economy yang berkembang pesat dalam dua dekade mendatang.
Agus menyoroti bahwa masyarakat global, khususnya generasi pasca-pandemi, semakin tertarik pada perjalanan yang bermakna. “Retreat, ekowisata spiritual, bahkan komunitas digital-nomadik yang menyatukan teknologi dan meditasi, menjadi bentuk baru dari ekspresi spiritual kontemporer,” jelasnya.
Menjadikan Hidup sebagai Ziarah
Jika 2025–2043 disebut sebagai “Era 9″—maka ini adalah waktu untuk merenung: Apa yang mesti kita lepaskan sebagai umat manusia? Ego sektoral? Sistem ekonomi yang eksploitatif? Atau bahkan cara berpikir lama tentang identitas dan kemajuan?
The Great Pilgrimage bukanlah domain eksklusif para mistikus. Ia adalah panggilan kolektif bagi semua yang merasa dunia saat ini kehilangan arah. Agus menekankan bahwa transformasi yang sedang terjadi menuntut lebih dari sekadar reformasi struktural; ia menuntut transfigurasi batin.
“Ini saatnya berhenti berlari demi pencapaian semu. Mulailah berjalan perlahan, sadar, dan sejati. Karena rumah sesungguhnya bukan di luar sana, tapi dalam diri,” tutup Agus(Tyo/An)