
NASIONALTERKINai– Kota Yogyakarta bersama Kabupaten Sleman dan Bantul bersatu dalam menghadapi krisis pengelolaan sampah organik yang kian kompleks. Melalui skema pembiayaan berbasis Nilai Ekonomi Karbon (NEK), mereka mendorong penerapan teknologi pengolahan sampah yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Langkah ini menjadi sorotan dalam Dialog Nasional bertajuk “Operasionalisasi Teknologi Pengolahan Sampah Organik dengan Skema Pembiayaan NEK (Perdagangan Karbon)” yang digelar di Taman Pintar, Yogyakarta. Acara ini menghadirkan narasumber utama . Wahyu Marjaka,, Direktur Tata Kelola Penerapan Nilai Ekonomi Karbon dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.:Selasa:27/05/2025 di Taman Pintar Yogyakarta
Kawasan aglomerasi Kartamantul (Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul) tengah dihadapkan pada lonjakan timbulan sampah yang mencapai lebih dari 2.260 ton per hari pada 2022, dan diprediksi naik menjadi 2.400 ton per hari pada 2027. Ironisnya, lebih dari 50% dari sampah tersebut adalah organik dan sisa makanan.Ujarnya
Kondisi ini diperparah dengan penutupan TPA Piyungan—yang sebelumnya menampung sekitar 700 ton sampah per hari—tanpa alternatif yang memadai. Upaya seperti penguatan UPS, penggunaan RDF dan insinerator, serta edukasi pemilahan sampah sudah dilakukan, namun pengolahan sampah organik masih tertinggal karena keterbatasan mitra dan teknologi.
Berangkat dari kebutuhan solusi berkelanjutan, Pemerintah Jerman melalui program International Climate Initiative (IKI) bekerja sama dengan Perspectives Climate Research (PCR) dan ICLEI – Local Governments for Sustainability. Mereka mengidentifikasi dua proyek unggulan di Yogyakarta: pengolahan sampah pasar menjadi biogas, dan elektrifikasi armada Trans Jogja dengan energi bersih.Paparnya
Menariknya, proyek biogas ini diperkirakan mampu mengurangi emisi hingga 82.700 ton CO₂ dalam 15 tahun. Dengan kapasitas awal mengolah 1.000 ton sampah per tahun, proyek ini bisa dikembangkan lebih luas mencakup seluruh wilayah Kartamantul.
Pemerintah DIY sendiri telah mulai menunjukkan komitmen, salah satunya dengan meluncurkan dua bus listrik di kawasan Sumbu Filosofis Yogyakarta sebagai simbol awal transformasi menuju transportasi rendah emisi.
Meski Indonesia telah memiliki regulasi pendukung seperti Perpres No. 98 Tahun 2021, pelaksanaan proyek NEK tetap menghadapi tantangan: ketersediaan lahan, kesiapan pendanaan, dan kecocokan teknologi dengan kondisi lokal.
Dialog Nasional ini menjadi momen penting untuk menyatukan visi, memetakan peluang, dan merumuskan langkah konkret agar potensi besar pengolahan sampah berbasis perdagangan karbon benar-benar bisa diwujudkan di Yogyakarta dan sekitarnya.Pungkas:Wahyu(Tyo)