
NASIaoNALTERKINI. Pertumbuhan pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) membawa berkah ekonomi, namun juga menyisakan tantangan serius: limbah wisata. Dari sampah makanan hingga plastik sekali pakai, jejak ekologis wisatawan kini mengancam keaslian lanskap, kualitas lingkungan, dan warisan budaya lokal.Dalam acara “Sosialisasi Pariwisata Risiko Tinggi” yang digelar di Pendopo Tebing Breksi pada Rabu (21/5/2025) pukul 08.30 WIB

Sekretaris Umum DPD PUTRI DIY Agus Budi Rachman menegaskan bahwa persoalan sampah bukan sekadar isu teknis. “Ini adalah cerminan kegagalan kita dalam membangun kesadaran, etika, dan tanggung jawab bersama terhadap ruang hidup,” ujarnya.
Solusi Mandiri: Dari Inovasi Teknologi ke Tanggung Jawab Kolektif
Salah satu inovasi yang diangkat adalah penggunaan larva Black Soldier Fly (Hermetia illucens) untuk menguraikan sampah organik. Teknologi ini mampu mempercepat dekomposisi, menghasilkan pakan ternak berprotein tinggi, serta minyak nabati—mendorong terciptanya siklus limbah yang produktif.
“Bayangkan jika setiap homestay, warung makan, dan objek wisata memiliki unit pengolah BSF. Sisa makanan tidak lagi menjadi beban, tapi berubah menjadi sumber daya,” kata Agus.
Selain itu, pendekatan sederhana seperti biopori dan kompos alami juga dinilai penting. Lubang biopori membantu penyerapan air dan mencegah genangan, sementara kompos mengembalikan unsur hara ke tanah. Praktik ini, menurut Agus, seharusnya menjadi standar di seluruh destinasi, bukan hanya di desa wisata binaan.
Kesadaran Ekologis sebagai Bagian dari Perjalanan Wisata
Agus menyoroti perlunya transformasi cara pandang terhadap pariwisata. “Pariwisata yang berkelanjutan tak bisa dilepaskan dari pengelolaan sampah. Ini bukan hanya soal kebersihan, tapi spiritualitas wisata. Cara kita memperlakukan sampah mencerminkan cara kita menghormati bumi,” jelasnya.
Mewujudkan Pariwisata Berkelanjutan di DIY
Konsep “destinasi tanpa jejak” digagas sebagai visi baru untuk masa depan pariwisata DIY. Ini bukan sekadar kampanye lingkungan, tetapi komitmen untuk mewariskan bumi yang layak kepada generasi mendatang. Upaya ini dimulai dari langkah-langkah kecil: memilah sampah, menggunakan teknologi ramah lingkungan, serta mendidik wisatawan tentang pentingnya kesadaran ekologis.
“Jika kita ingin Yogyakarta tetap istimewa, kita harus berani memulai perubahan dari hal terkecil—karena perubahan besar selalu dimulai dari keputusan sederhana,” pungkas Agus.