
NASIONALTERKINI. Magelang, 12 Mei 2025 — Ribuan umat Buddha dari berbagai penjuru nusantara dan mancanegara memadati kawasan Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, dalam rangka memperingati Tri Suci Waisak 2569 BE. Puncak perayaan ini berlangsung penuh khidmat pada Senin malam, ditandai dengan prosesi Pradaksina dan pelepasan ribuan lampion yang menghiasi langit malam Borobudur, menciptakan pemandangan magis yang tak terlupakan.

Acara puncak dimulai dengan prosesi suci Pradaksina, yakni ritual mengelilingi Candi Borobudur searah jarum jam sebanyak tiga kali, sebagai bentuk penghormatan dan kontemplasi terhadap ajaran Buddha. Para umat dan biksu tampak mengenakan pakaian putih bersih, berjalan perlahan sambil membawa bunga, dupa, serta lilin sebagai simbol penerangan batin.

Momen Puncak: Detik-Detik Waisak
Menurut surat resmi Dewan Pengurus Pusat Perwakilan Umat Buddha Indonesia (WALUBI), detik-detik Waisak yang menjadi titik kulminasi spiritual ditetapkan pada pukul 23.55.29 WIB, Senin malam. Waktu ini berdasarkan perhitungan astronomis saat bulan purnama mencapai puncaknya — simbol kelahiran, pencerahan, dan wafatnya Sang Buddha Gautama.
Lima belas menit sebelum detik-detik tersebut, suasana hening dan penuh kekhusyukan menyelimuti pelataran Candi Borobudur. Ribuan umat mulai menyiapkan lampion yang akan diterbangkan sebagai bentuk doa dan harapan akan kedamaian dunia. Pada saat waktu suci tiba, ribuan lampion perlahan dilepaskan ke langit malam. Cahaya hangat dari lampion-lampion itu membentuk lanskap spiritual yang memikat, memantul di relief batu purba Borobudur yang berusia lebih dari 1.200 tahun.
Kirab Suci dari Candi Mendut
Sehari sebelumnya, rangkaian perayaan telah diawali dengan kirab Waisak yang dimulai dari Candi Mendut menuju Candi Borobudur. Para biksu, umat Buddha, dan peserta dari berbagai negara mengikuti kirab dengan membawa aneka persembahan serta api dharma yang merupakan simbol penerangan dan kebenaran ajaran Buddha.
Pagi harinya, para biksu melaksanakan tradisi pindapata di pelataran Candi Mendut. Dalam tradisi ini, biksu berjalan kaki mengelilingi area wihara dan menerima dana berupa makanan maupun uang dari umat. Pindapata bukan sekadar ritual fisik, namun juga simbol dari praktik kerendahan hati, saling berbagi, dan melepas ego duniawi. Melalui berderma, umat Buddha diyakini dapat melatih diri untuk menanggalkan keserakahan dan kesombongan.
Wihara Dharma Bhakti: Sembahyang Sepanjang Hari
Perayaan Waisak juga berlangsung di berbagai wihara di Indonesia, termasuk di Wihara Dharma Bhakti yang berada di pusat kota. Sejak pagi, umat berdatangan untuk sembahyang kepada para leluhur serta memanjatkan puja bakti kepada Sang Buddha. Meski merupakan hari besar keagamaan, suasana di wihara tetap teratur dan tenang, mencerminkan semangat Waisak yang damai dan penuh refleksi batin.
Wihara ini tetap terbuka hingga pukul 19.00 WIB, memberi waktu cukup bagi umat untuk beribadah di hari yang sangat dimuliakan ini. Tak hanya umat lokal, beberapa wisatawan asing juga tampak mengikuti ritual dengan penuh rasa ingin tahu, menjadikan perayaan ini sekaligus sebagai sarana edukasi dan diplomasi budaya.
Pesan Perdamaian dan Harmoni
Waisak 2569 BE tahun ini mengangkat tema “Memperkokoh Persaudaraan, Memperkuat Kepedulian Sosial Menuju Kedamaian Sejati.” Dalam sambutannya, Ketua Umum DPP WALUBI menekankan pentingnya menjadikan nilai-nilai ajaran Buddha sebagai inspirasi dalam membangun harmoni sosial, menjaga lingkungan, dan menyebarkan kasih sayang tanpa batas.
Pelepasan lampion yang menjadi simbol harapan akan masa depan yang lebih terang seolah menjadi penutup yang sempurna dari seluruh rangkaian spiritual. Cahaya-cahaya itu, meski perlahan menghilang di balik langit malam Borobudur, meninggalkan kesan mendalam dalam hati setiap umat yang hadir — bahwa dalam setiap lilin yang menyala, doa untuk dunia yang damai terus menyala.(Tyo/ln)