
NASIONALTERKINI. Siapa bilang liburan cuma soal pemandangan indah dan kuliner lezat? Di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, wisata bisa jadi perjalanan batin yang dalam. Inilah yang coba dibagikan Agus Budi Rahman, pengamat pariwisata dan budaya mengatakan , saat menelusuri makna spiritual di balik keagungan Candi Borobudur dalam refleksinya berjudul Borobudur dan Peta Jiwa.
Menurut Agus, Borobudur lebih dari sekadar mahakarya arsitektur atau situs warisan dunia. Ia menyebut Borobudur sebagai peta jiwa — sebuah panduan sunyi untuk menempuh perjalanan dari kegelapan batin menuju cahaya kesadaran:Rabu:07/05/2025 di Yogyakarta

Setiap tingkat candi Borobudur menggambarkan perjalanan jiwa manusia. Dari Kamadatu, dunia penuh nafsu dan kelekatan, lalu naik ke Rupadatu yang sarat simbol, hingga akhirnya mencapai Arupadatu — dunia tanpa bentuk yang tenang dan hening.
“Borobudur itu cermin batin,” kata Agus. “Ia tidak membawa kita ke luar, tapi menuntun kita ke dalam — ke inti kesadaran yang sejati.”
Pendakian fisik menaiki candi pun menjadi simbol dari perjalanan spiritual: mengenali ego, memahami makna, lalu melepas semuanya.
Uniknya, Borobudur dibangun dengan pola spiral ke atas — seperti mengajak kita naik dalam putaran kesadaran yang tak pernah lurus. Tapi, di balik itu semua, ada ironi yang menyentuh.
“Peta hanya berguna sampai titik tertentu,” ujar Agus. “Setelah itu, ia harus ditinggalkan agar kita benar-benar bisa mengalami.”
Borobudur sering jadi tempat pencarian: mencari makna, ketenangan, bahkan pencerahan. Namun Agus mengajak kita membalikkan pertanyaan: “Apakah kita yang mencari Borobudur, atau justru Borobudur yang mulai melupakan kita?”
Menurutnya, Borobudur bukan tujuan akhir. Ia adalah gerbang — menuju kebebasan dari identitas, kelekatan, dan ilusi pemahaman.
Agus menegaskan, pencerahan bukan soal menemukan sesuatu. Justru saat kita melupakan — ego, keinginan, bahkan makna itu sendiri — kita mulai benar-benar melihat.
“Puncak Borobudur adalah kehampaan,” katanya. “Bukan kemenangan, tapi ruang di mana pencari menghilang. Bukan karena gagal, tapi karena telah melampaui.”
Di puncak candi, tidak ada jawaban. Yang ada hanya keheningan — dan di sanalah, kesadaran sejati mungkin akan menyapa.
Maka pertanyaan penutup bukanlah “Apa yang ditemukan di Borobudur?” tapi “Siapa yang masih tersisa untuk menemukan sesuatu?”
Borobudur bukan tempat untuk dijelajahi semata. Ia adalah ruang sunyi untuk meresapi — dan mungkin, melepaskan.Pungkas:Agus(Tyo)