
NASIONALTERKINI. Dinas Pariwisata DIY menggelar kegiatan pelatihan, bimbingan teknis, dan pendampingan bagi para pelaku ekonomi kreatif melalui Sosialisasi Standar Usaha Jasa Pariwisata Berisiko Menengah-Tinggi. Acara ini bertujuan meningkatkan pemahaman pelaku usaha terhadap standar usaha yang sesuai regulasi, sekaligus memperkuat kualitas layanan dan keamanan di sektor pariwisata.Senin:19/05/2025 di Pendopo Wisata Desa Gamplong Sleman Yogyakarta. Jam:10.00WIB

Hadir sebagai narasumber dalam kegiatan ini antara lain:
Yan Kurnia Kustanto, Anggota Komisi B DPRD DIY
Agus Budi Rahmanto, Wakil Ketua Bidang ODTW GIPI (Gabungan Industri Pariwisata Indonesia)
Destha Titi Raharjana, Peneliti dari Pusat Studi Pariwisata UGM (Puspar UGM)
Dalam sambutannya, Yan Kurnia Kustanto menyatakan bahwa DPRD DIY, khususnya Komisi B, siap mendukung para pelaku pariwisata. “Kami mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat, khususnya di sektor pariwisata dan pertanian. Jika ada kendala atau kebutuhan, silakan sampaikan langsung, termasuk jika ada anak-anak yang berpotensi putus sekolah, kami siap bantu lewat jalur pendidikan,” ujarnya.
Yan juga menekankan pentingnya komunikasi langsung dengan pelaku wisata, terutama di wilayah Sleman bagian barat, untuk mendorong kemajuan daerah secara merata.
Sementara itu, Destha Titi Raharjana dari Puspar UGM menjelaskan bahwa kegiatan ini membahas usaha jasa pariwisata berisiko menengah hingga tinggi, yang mencakup 35 jenis usaha. “Risiko dibagi menjadi empat tingkatan dan mencakup aspek kesehatan, keselamatan, dan lingkungan. Contohnya adalah hotel berbintang, kolam renang, hingga wisata alam seperti sungai dan gunung,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya penerapan standar minimal pada usaha-usaha tersebut. “Contohnya hotel berbintang lima wajib memiliki kamar mandi ramah difabel dan sistem air bersih yang stabil, terutama di musim kemarau,” tambahnya.
Agus Budi Rahmanto dari GIPI berbagi pengalaman dari pengelolaan dua destinasi wisata yang berada di Kota Yogyakarta: Taman Pintar dan Taman Embung. Ia menyoroti tantangan manajemen destinasi dengan jumlah pengunjung yang tinggi. “Kami menerima 3.000–5.000 pengunjung per hari, bahkan bisa mencapai 1,2 juta pengunjung per tahun,” ungkapnya.
Agus menekankan pentingnya pengelolaan sampah yang baik sebagai bagian dari SOP (Standard Operating Procedure) usaha wisata. “Kami menerapkan sistem pengelolaan sampah mandiri—mulai dari pemilahan sampah organik, plastik, hingga kardus. Dari pengelolaan ini, kami bisa memperoleh penghasilan tambahan hingga belasan juta rupiah per bulan dari hasil daur ulang,” katanya.
Acara ini diharapkan dapat memberikan wawasan dan bekal praktis bagi para pelaku ekonomi kreatif dan pariwisata dalam menerapkan standar yang sesuai dengan tingkat risiko usahanya. Dengan demikian, kualitas pariwisata DIY bisa meningkat secara berkelanjutan serta berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat lokal.(Tyo)