
NASIONALTERKINI.Melbourne siap menyambut tiga desainer terkemuka Indonesia dalam program pertukaran fesyen yang diinisiasi oleh Kedutaan Besar Australia. Program ini bertujuan untuk memperkenalkan kekayaan budaya batik serta mempererat hubungan industri mode kedua negara melalui Melbourne Fashion Festival.
“Mereka akan berangkat ke Melbourne pada hari Minggu ini untuk berbagi wawasan tentang pentingnya budaya batik dan fesyen dengan audiens Australia,
Kolaborasi ini merupakan bagian dari hubungan diplomasi fesyen yang telah terjalin erat antara Indonesia dan Australia. Program pertukaran ini juga menjadi kunjungan balik dari Emerging Designers Bootcamp dalam Jogja Fashion Week 2024, yang sebelumnya menghadirkan tiga desainer Australia ke Indonesia sebagai bagian dari perayaan 75 tahun hubungan diplomatik kedua negara.Ujar Lia Mustafa saat di hubungin lewat telpon :Jum’at 28/02/2025

Dalam program ini, tiga desainer Indonesia—Auguste Soesastro, Lia Mustafa, dan Nonita Respati—akan memamerkan koleksi terbaru mereka serta berinteraksi dengan para pelaku industri mode dan kreatif Australia. Selain itu, mereka akan mendalami aspek keberlanjutan dalam industri fesyen dari perspektif Australia.

Lia Mustafa: Batik Jogja sebagai Jembatan Budaya
Desainer asal Yogyakarta, Lia Mustafa, menyoroti hubungan erat antara Yogyakarta dan negara bagian Victoria yang berstatus sister city. Ia berharap pertukaran ini dapat menjadi wadah pembelajaran bagi desainer kedua negara.
“Saya ingin berbagi tentang filosofi batik Yogyakarta, bagaimana awalnya batik Mataraman hanya digunakan di keraton, lalu berkembang ke masyarakat luas, serta bagaimana batik Yogyakarta bisa dikombinasikan dengan batik dari daerah lain,” ungkap Lia.

Lia menekankan bahwa batik bukan sekadar kain, melainkan cerminan identitas budaya yang terus berkembang. “Batik itu dinamis, boleh dikombinasikan, boleh dieksplorasi, asal tetap menghormati ni
Sementara itu, Nonita Respati berbagi pengalaman dalam menciptakan motif batik kontemporer serta strategi inovasi untuk menekan biaya produksi tanpa mengorbankan kualitas.
“Sejak 2010, saya mulai mengembangkan motif batik sendiri dengan pendekatan kontemporer. Selain ingin menghadirkan sesuatu yang berbeda, saya juga mencari cara agar produksi batik tetap ekonomis dan bisa diakses oleh berbagai kalangan,” jelas Nonita.
Melalui program ini, para desainer tidak hanya membawa batik ke panggung global, tetapi juga memperkuat diplomasi budaya antara Indonesia dan Australia. Kehadiran mereka di Melbourne diharapkan semakin memperkenalkan batik dan wastra Nusantara sebagai bagian dari industri fesyen berkelanjutan di kancah internasional.Pungkas:Lia(Tyo)