
NASIONALTERKINI..Sekretaris Umum DPD PUTRI DIY sekaligus pengelola Taman Budaya Embung Giwangan (TBEG), Agus Budi Rachman, menyatakan bahwa peresmian TBEG oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Jumat, 23 Mei 2025, bukan sekadar seremoni formal. Bertempat di Auditorium Grha Budaya, peresmian ini menandai dimulainya operasional penuh kawasan TBEG sebagai pusat aktivitas seni dan budaya di selatan Yogyakarta.
“Ini bukan hanya soal infrastruktur atau estetika ruang,” ujar:Rachman “TBEG kami rancang sebagai ruang hidup yang menyatukan fungsi ekologis dengan denyut kreatif masyarakat. Sebuah kolaborasi lintas disiplin antara ekologi, budaya, dan kesadaran warga kota.”Minggu:25/05/2025 di Tamanan Embung Giwangan Yogyakarta

Rachman menjelaskan bahwa TBEG memiliki potensi sebagai living laboratory untuk studi lingkungan, arsitektur lanskap, hingga kebudayaan partisipatif. Kawasan ini diharapkan menjadi ruang belajar dan berkarya bagi seniman, ilmuwan, komunitas, hingga pelajar—semua berinteraksi langsung dengan lanskap dan elemen air yang ada.

Sejumlah program strategis yang akan dikembangkan di TBEG antara lain:

Embung sebagai Panggung, yaitu ruang terbuka untuk pertunjukan seni rakyat, teater air, hingga musik eksperimental;

Festival Ritus Air, sebuah perayaan tahunan yang mengintegrasikan seni, spiritualitas, dan edukasi lingkungan;
Akademi Terbuka Embung, program kolaborasi dengan kampus, sekolah, dan komunitas berbasis pendidikan pengalaman langsung;
Galeri Alam dan Instalasi Ekologis, karya seni site-specific yang menyatu dengan ritme alam dan ekosistem air.
Peresmian oleh Sri Sultan Hamengkubuwono X, lanjut Rachman, menjadi simbol penting hadirnya negara dalam mendukung harmoni antara budaya, alam, dan ruang hidup. “Masyarakat diajak tidak hanya menikmati taman ini secara visual, tetapi juga merasakannya secara spiritual dan emosional,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya menjadikan TBEG sebagai ruang dialog dan ekspresi, bukan sekadar objek konsumsi visual. “Secara provokatif, kita perlu bertanya: apakah ruang publik kita sudah cukup memberdayakan warga sebagai subjek kreatif, atau masih menjadikan mereka sekadar penonton?” tuturnya.
Menurut Agus, TBEG adalah simbol masa depan Yogyakarta—sebuah kota di mana konservasi tidak bertentangan dengan ekspresi, dan seni tidak terpisah dari alam. “Di tengah krisis iklim dan krisis makna ruang, kita harus membangun dengan jiwa, bukan hanya dengan beton,” pungkasnya.:Rachman(Tyo)