JOGJABERITA– Aturan zero sampah anorganik di Kota Yogyakarta menginspirasi warga RW 17 Bumijo, Jetis, Kota Yogya untuk menyulap sampah menjadi pundi-pundi rupiah. Dia adalah Danang Wahyu Wibowo.
Inovasinya yaitu membuat batako dengan memanfaatkan sampah-sampah anorganik. Utamanya yang tak laku dijual ke bank sampah.
Diantaranya kemasan plastik, sterofoam, dan sampah anorganik residu lainnya. Berbekal ilmu teknik yang dimiliki, Danang merakit sendiri mesin pencetak batakonya.
Inovasi ini dia ciptakan sebagai upaya mengurangi timbunan sampah. Utamanya di lingkungan rumahnya sendiri, yakni di Kelurahan Bumijo.
“Kita melihat ada kegalauan dari pemerintah untuk urusan sampah. Masyarakat harus memilah sampah dan di tempat akhir yang diterima hanya sampah organik saja. Sampah harus selesai di tingkat kampung.
Maka dari itu, kami mencoba merintis dan mengedukasi masyarakat bahwa plastik bisa kita olah salah satunya konblok atau batako sebagai material,” kata Danang, Senin (9/1).
Danang menyebut sampah-sampah anorganik residu dia dapatkan dari bank sampah di Kelurahan Bumijo. Tak ada spesifikasi khusus untuk sampah.
Sepanjang sampah dapat dilebur itu berarti bisa dimanfaatkan menjadi bahan pembuat batako.
Batako dicetak menjadi 3 ukuran, tergantung banyak sedikitnya sampah yang menjadi bahan.
Ada ukuran kecil 10×20 cm, sedang 30×15 cm, dan ukuran jumbo 45×45 cm. Sebelum diolah, sampah plastik harus dalam keadaan kering lalu dipanaskan bersama oli hingga meleleh.
Kemudian, lelehan plastik dimasukkan ke dalam cetakan batako dan didiamkan hingga padat.
Setelah itu batako diangkat dan direndam sebentar ke dalam air dan batako siap untuk digunakan.
Seluruh pembuatan batako berbahan plastik dia lakukan di workshop miliknya yang diberi nama Kebon Kulon di Ngaglik, Sinduadi, Mlati, Sleman.
Dalam sekali produksi Danang mampu menghasilkan 150 pcs batako.
Meski terbuat dari plastik dia memastikan kualitasnya tak kalah dengan batako pada umumnya. Bahkan, batako dari plastik cenderung lebih kuat dan keras.
Tampilannya pun lebih halus, tidak berpori, dan lebih ringan. Hanya saja, batako berbahan plastik tak kuat dengan suhu yang sangat panas. Plastik akan melebur pada suhu 150 derajat celcius.
Danang mengaku selama ini dia menggunakan dana pribadi. Belum ada jajaran pemerintah yang merangkulnya hingga saat ini.
“Kami ingin diberi kesempatan oleh pemerintah untuk memfasilitasi kami terjun ke masyarakat,” ujar Danang.
Hingga saat ini batako plastik ciptaannya belum dikomersialkan. Ini karena Danang berfokus pada jasa untuk mengurangi timbunan sampah.
Meski demikian, dia berharap ke depan semakin banyak lagi masyarakat yang teredukasi bahwa sampah anorganik bisa dimanfaatkan menjadi barang berguna lainnya.
“Iya (komersil) tapi sistem komersialnya lebih ke jasa memusnahkan sampah plastik, belum target menjual hasil produk.
Jadi, kesimpulanya jasa mengubah tumpukan sampah plastik jadi tumpukan batako yang volume tumpukanya berkurang tinggal 15 persen,” ungkapnya. (evo/ang)