JOGJABERITA – Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogya mencatat adanya kandungan bakteri E-Coli dan bakteri Koliform pada air di sumur-sumur Kota Yogya. Salah satunya adalah di Kelurahan Mantrijeron.
Kasi Trantib Kelurahan Mantrijeron Sungadi menyebut sepanjang 2023 setidaknya ada 200 warga Mantrijeron yang berinisiatif mendaftar pada DLH untuk turut menguji kualitas air sumur di lingkungannya.
Hampir 50 persen diantaranya telah diuji. Dia yang saat itu ikut mengawal pengujian turut menerima hasil uji air sumur yang dikeluarkan DLH. Hasilnya, air sumur di Kelurahan Mantrijeron mengandung bakteri E-Coli dan bakteri Koliform.
“Total koliform itu artinya semua bakteri yang ada di dalam sumur di sini bervariasi ada yang tinggi, ada yang rendah, pasti ada,” kata Sungadi saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (9/5).
Menurut Sungadi, tingkat bakteri Koliform pada air sumur di Kelurahan Mantrijeron mencapai 50/ 100 ml. Ini sama dengan jumlah maksimum Koliform yang diperbolehkan dalam air bersih.
Lalu, bakteri E-Coli juga terdeteksi pada air sumur di Kelurahan Mantrijeron. Sungadi mengatakan baku mutu bakteri E-Coli adalah nol. Akan tetapi, E-Coli di Kelurahan Mantrijeron ditemui dengan jumlah yang bervariasi.
“Baku mutunya nol, seharusnya tidak ada. Tapi di sini ada variasi 200, ada yang 200 lebih, ada yang lebih kecil lagi. itu disebabkan mungkin akibat kebocoran dari saluran air limbah dan adanya kebocoran saptic tank,” tambahnya.
Selain bakteri, ada juga temuan besi terlarut dan seng terlarut di beberapa sumur milik warga Mantrijeron. Air pada sumur inilah yang sebaiknya tidak dikonsumsi.
Sementara sumur lain yang hanya tercemar bakteri masih bisa dikonsumsi selama direbus hingga mendidih terlebih dahulu.
“Itu sangat berbahaya. Di situ berarti sumurnya mengandung kedua zat itu. Kami sarankan untuk tidak mengonsumsi dan beralih ke PDAM, itu solusinya. Tapi yang lainnya cukup bagus,” katanya.
Sementara itu, Lurah Mantrijeron Bambang Purambono menyebut warganya memiliki kesadaran dan inisiatif yang tinggi untuk mengetahui tingkat kualitas air sumurnya masing-masing. Ini terbukti sepanjang tahun 2023 ini saja ada 200 warga yang mendaftarkan diri ke DLH untuk permohonan uji sampel air sumur.
Dia menjelaskan, inisiatif uji sampel air sumur diawali sejak program pembentukan biopori di wilayah Mantrijeron. Awalnya pengujian air sumur hanya untuk menguji kualitas sumur air baku yang berdampingan dengan biopori.
“Ini memang inisiatif warga dibarengi dengan progamnya pemerintah waktu di awal Desember dan Januari untuk program biopori jumbo untuk tes kualitas air di lokasi terdekat sumber air bakunya.
Dulu itu inisiatif pertamanya. Kemudian setelah kami koordinasi dengan DLH ternyata dipersilahkan, kalau masyarakat yang lain mau mengetes kadar kualitas sumber air bakunya secara kolektif,” ungkapnya. (iin/eng)