Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Ulang Tahun KTH Wapaksi Mengajak Anak Kembali Mengenali Alam

Ulang Tahun KTH Wapaksi Mengajak Anak Kembali Mengenali Alam

JOGJABERITA– Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Yudanegara menghadiri acara perayaan hari jadi KTH Wanapaksi pada hari Sabtu, 3 Desember 2022 di Padukuhan Gunung Kelir, Desa Ramah Burung Jatimulyo, Kulon Progo.

Acara ini merupakan puncak rangkaian acara hari jadi KTH Wanapaksi yang sudah diselenggarakan sejak bulan November 2022.


Konservasi sumber daya hayati dan kearifan budaya merupakan warisan yang harus dilanjutkan oleh generasi penerus. Pendidikan lingkungan hidup penting diberikan sejak usia dini untuk memastikan generasi penerus mampu menjaga api perjuangan. 


Dalam rangka memperingati hari jadi, KTH Wanapaksi menyelenggarakan rangkaian kegiatan pendidikan lingkungan hidup bagi anak-anak Usia Dini, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Pertama.

Rangkaian kegiatan dimulai dengan pengamatan burung di dua tempat yaitu padukuhan Sukomoyo (20 November 2022) dan padukuhan Gendu (27 November 2022) yang diikuti oleh anak-anak di sekitar padukuhan tersebut. 

Puncak acara hari jadi diselenggarakan pada hari Sabtu, 3 Desember 2022, bertempat di Padukuhan Gunung Kelir, Desa Ramah Burung Jatimulyo, Kulon Progo. Kegiatan ini diikuti oleh 80 anak-anak usia 4 sampai 14 tahun. 


Sujarwo (Ketua KTH Wanapaksi) menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak terlepas dari semangat perwujudan Desa Ramah Burung, sebagai salah satu bentuk implementasi dari Peraturan Desa (PerDes) No.8 Tahun 2014 tentang lingkungan hidup. 


KTH Wanapaksi memandang peran masyarakat begitu besar dalam upaya pelestarian burung sehingga generasi penerus harus sedari dini dikenalkan dengan lingkungan sekitar.

 Rasa kepemilikan terhadap lingkungan sekitar tentunya akan timbul setelah menyadari bahwa kehidupan manusia sejatinya sangat bergantung dengan alam. 


KTH Wanapaksi bekerjasama dengan Bimbingan Belajar (BimBel) Mitayani serta Forum Anak Kelanajati Jatimulyo mengawali acara dengan pengamatan burung bagi anak usia 10-14 tahun serta lomba mewarnai burung bagi anak usia 4-9 tahun. 

Pada sesi selanjutnya, lomba mewarnai burung dilakukan oleh anak usia 10-14 tahun sedangkan anak-nak usia 4-9 tahun melakukan permainan tradisional.


Setelah itu, seluruh peserta bergabung dalam kegiatan pembuatan kerajinan menggunakan janur kelapa.


Peserta sangat antusias dalam melakukan kegiatan pengamatan burung serta memahami fungsi burung dalam ekosistem. 


Beberapa jenis burung yang berhasil teramati oleh peserta diantaranya Sikep-madu asia (Pernis ptilorhynchus), Kedasi ungu (Chrysococcyx xanthorhynchus), Cinenen pisang (Orthotomus sutorius), Pelanduk topi-hitam (Pellorneum capistratum), Bondol jawa (Lonchura leucogastroides), Burung-madu kelapa (Anthreptes malacensis), Udang api (Ceyx rufidorsa) serta beberapa jenis burung lain. 


Burung-burung tersebut mempunyai jenis pakan yang variatif seperti daging, nectar, serangga, biji-bijian, ikan dan beberapa jenis crustacea. 
Beberapa jenis burung yang umum dijumpai di Desa Ramah Burung Jatimulyo seperti Cekakak jawa (Halcyon cyanoventris), Udang api (Ceyx erithaca) dan Sikatan cacing (Cyornis banyumas) dikenalkan kepada peserta melalui lomba mewarnai. 


Lomba tersebut bertujuan agar anak-anak sebagai generasi penerus mempunyai rasa kepemilikan terhadap lingkungan di sekitar tempat tinggalnya berupa kekayaan potensi hayati yang ada. 


Jenis Udang api misalnya, sebenarnya tidak mudah untuk menjumpai jenis ini di tempat lain. Namun KTH Wanapaksi berhasil memetakan keberadaan jenis ini dan menjadi mudah di jumpai di sekitar Jatimulyo terutama padukuhan Gunung Kelir.


Udang api merupakan salah satu jenis burung yang menjadi sasaran program adopsi sarang yang sudah dikembangkan oleh KTH Wanapaksi.


Hingga saat ini, program adopsi terus dijalankan untuk berbagai jenis burung di Jatimulyo. Kasidi, salah satu anggota KTH Wanapaksi menyampaikan bahwa program adopsi sarang memerlukan partisipasi aktif seluruh masyarakat.

Terutama untuk memastikan tidak ada aktivitas manusia yang mengancam proses bersarang hingga anakan mandiri. 

Oleh karena itu, seluruh lapisan masyarakat harus memahami arti penting melestarikan burung termasuk anak-anak.
Selain mengenalkan kecintaan terhadap burung, acara juga dilanjutkan dengan pengenalan budaya.

Anak-anak diajak melakukan permainan tradisional “kucing-kucingan”. 
Seluruh peserta membuat lingkaran besar dan bergandengan tangan.

Setelah itu dua peserta ada yang berperan sebagai kucing dan tikus. Kucing bertugas untuk mengejar tikus yang ada dalam lingkaran dan peserta yang melingkar bertugas untuk menjaga tikus yang ada didalamnya. 


Peserta sangat antusias dalam mengikuti permainan ini tergambarkan dari ekspresi ceria yang mereka tunjukkan. 

“Permainan anak zaman dahulu sangat perlu kita kenalkan pada anak-anak, mengingat semakin pudarnya jenis permainan ini dimasa sekarang. 

Padahal permainan zaman dahulu mempunyai banyak manfaat karena mampu mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik anak-anak.

Lewat permainan ini, harapannya anak-anak akan lebih tertarik untuk bermain secara langsung dan mengurangi penggunaan gadget sebagai hiburan”. Ucap Niar Agustian (Pengajar BimBel Mitayani) melalui keterangan tertulis Selasa (6/12).

Unsur budaya menjadi salah satu hal yang diangkat juga dalam rangkaian hari jadi KTH Wanapaksi. Pengenalan budaya dilakukan dengan kegiatan berupa pelatihan pembuatan kerajinan dari janur kelapa.

Ibu Ning (Warga Jatimulyo) menjelaskan kepada peserta dengan detail tentang cara pembuatan kerajinan yang berbahan dasar janur. 


Beberapa kerajinan yang bisa dibuat diantaranya  terompet, ketupat, keris, dan mainan burung.

Setelah itu peserta langsung diinstruksikan untuk mempraktekkan dalam membuat keris-kerisan. 


Peserta begitu antusias menganyam dan melipat janur sehingga terbentuk sebuah hasil kerajinan.

Pada zaman dahulu, keris-kerisan merupakan mainan anak dan saat ini berkembang untuk dijadikan dekorasi ruangan. 

Kanjeng Yudanegara menyampaikan pesan penuh semangat untuk memupuk rasa kepemilikan terhadap keragaman burung di Kalurahan Jatimulyo; “Dari pagi adik-adik melihat burung (birdwatching). 


Dan memang saya ketahui di Jatimulyo ini burungnya memang bagus-bagus dan warna-warni.

Bulan kemarin kemarin kita kedatangan fotografer dari seluruh Indonesia untuk hunting/memfoto burung-burung yang indah di sini.

Jadi adek-adek sangat beruntung, dari Indonesia dari Papua dari Medan kesini cuma melihat burung”. 

Selain itu, Kanjeng Yudanegara juga menyampaikan pesan untuk melestarikan budaya; “ Adek-adek harus menjaga budaya kita, jaga wisata yang ada di Jatimulyo karena adek-adek ini adalah generasi selanjutnya. 
Generasi yang harus mempertahankan dan memperjuangkan budaya yang ada di Kalurahan Jatimulyo”,ucapnya. (ong/red)

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *