JOGJABERITA– Belakangan harga komoditas sayur mayur di pasaran mengalami lonjakan. Hal ini dinilai cukup memberatkan masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut, Dinas Pertanian dan Pangan (DPP) Kota Yogya terus mendorong terciptanya ketahanan pangan melalui kampung sayur dan lorong sayur yang ada di Kota Yogya.
Kepala DPP Kota Yogya, Suyana menjelaskan saat ini setidaknya terdapat 250 kampung sayur dan lorong sayur yang tersebar di setiap kelurahan di Kota Yogya.
Dia menambahkan, terciptanya ketahanan pangan tak lantas dimaknai sebagai peningkatan pendapatan atas hasil penjualan sayuran yang dipanen.
Akan tetapi, masyarakat bisa memenuhi kebutuhan pangan secara mandiri. Terlebih saat harganya yang kian melonjak seperti saat ini.
“Masyarakat tidak biasa dengan menjual. Dari kampung dan lorong sayur kira-kira yang dijual hanya sekitar 30 persen.
Sebanyak 70 persen didonasikan, diberikan ke tetangga. Itu tujuannya ketahanan pangan di situ sebetulnya.
Tidak meningkatkan pendapatan, tapi menciptakan ketahanan pangan di wilayah itu sendiri,” katanya saat ditemui di Ruang Terbuka Hijau Publik (RTHP) Prenggan, RT 18 RW 04, Tinalan, Kotagede, Kota Yogya, Senin (13/6).
Suyana mengatakan, dalam beberapa waktu terakhir kenaikan harga komoditas cabai cukup memunculkan keresahan bagi masyarakat. Terakhir, harga cabai rawit merah di Pasar Beringharjo terpantau mencapai Rp 85 ribu per kilogram.
Untuk itu, Suyana berharap ke depan masyarakat bisa memiliki pot tanaman cabai sendiri di pekarangan rumah.
“Harapan saya, setiap rumah punya 2 pot tanaman cabai. Jadi, ketika harganya mahal tidak terdampak.
Masyarakat tidak terdampak karena mempunyai cabai sendiri,” harapnya.
Sementara itu, salah satu pengelola kampung sayur di Tinalan, Kotagede, Kota Yogya, Sutarmi mengaku terbantu dengan sayur yang dihasilkan.
Dia mengatakan, panen dilakukan dalam rentang waktu antara 3 bulan untuk kacang tanah dan terong, sementara ubi jalar dipanen satu tahun sekali.
“Terakhir panen kacang tanah mendapatkan 15 kilogram. Terong ada yang dapat 10 kilogram, 12 kilogram, tidak tentu.
Kami senang, bisa kumpul dengan ibu-ibu dan bapak-bapak lainnya. Bisa makan dan masak bersama dari lahan kami sendiri, sekaligus mengurangi pengeluaran,” ujarnya. (ang/red)