JOGJABERITA– Dipimpin Ketua Umum Haedar Nashir, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menerima silaturahmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, pada Selasa (3/1).
Usai pertemuan yang digelar tertutup, Haedar Nashir dalam jumpa pers bersama Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari menyampaikan ada empat poin yang menjadi pesan kebangsaan Muhammadiyah terhadap KPU.
“Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyampaikan kepada pimpinan KPU bahwa tugas melayani, menyelenggarakan pemilu itu tugas yang mulia sambil juga berat tanggung jawabnya. Nah oleh karena itu pastikan sejumlah hal,” terang Haedar.
Hal pertama yang perlu jadi perhatian adalah komitmen penyelenggaraan pemilu sesuai jadwal yang ditentukan oleh konstitusi.
“Satu, sesuai dengan komitmen, kesepakatan dan keputusan pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu bahwa pemilu 2024 dilaksanakan 14 Februari 2024, tanpa perubahan apapun. Istilah sekum PP Muhammadiyah adalah Pemilu harga mati,” ujar Haedar.
“Artinya KPU menjamin berdasarkan konstitusi juga di mana dalam pandangan KPU tadi selain luber jurdil, dilaksanakan lima tahun sekali. Itu sesuai UUD 1945. Artinya selesai dan tidak perlu lagi mengambangkan wacana-wacana yang tidak perlu,” imbuhnya.
“Kedua, kami juga menyampaikan pesan dan harapan bahwa selain pemilu luber jurdil dan pasti 5 tahun, juga ada suasana nyaman, aman, gembira dan berkualitas (proses hingga hasilnya).
Gembira itu agar kita ketika masuk ke bilik suara termasuk sebelumnya juga tidak saling bersitegang, berhadap-hadapan tetapi nikmati sebagai sebuah kontestasi yang mengeluarga. Nah itu kita ciptakan bersama,” terang Haedar.
“Ketiga, sesuai dengan amanat Muktamar kami, bahwa sistem pemilu, sambil menunggu ketetapan dari MK, kita berharap tidak lagi ada pembelahan politik di tubuh bangsa ini.
KPU, Muhammadiyah, Parpol, pemerintah, dan berbagai komponen bangsa, termasuk juga teman-teman dari media, mari kita ciptakan sejak dari sekarang bahwa pembelahan politik itu sudah harus menjadi masa lampau karena harganya terlalu mahal,” pesan Haedar.
“Maka pastikan pemilu itu juga tidak lagi menciptakan kondisi untuk pembelahan bangsa. Termasuk himbauan kami kepada seluruh elit di negeri tercinta ini karena elit adalah teladan bangsa,” kata dia.
“Keempat, berbagai proses administrasi, persiapan dan sebagainya yang indikator ini sudah memastikan tentang pemilu dimulai, maka kami berharap ada kesadaran kolektif, kesadaran politik bersama bahwa pemilu adalah ajang untuk membangun persatuan bangsa, membangun kemajuan dan pemilu harus menjadi titik di mana kita berdemokrasi itu betul-betul bukan hanya memperebutkan kursi.
Tetapi ada hikmah kebijaksanaan. Siapapun nanti yang menang dan menduduki posisi di pemerintahan dan legislatif, itu amanat terbesar dan terberat, bukan sesuatu yang harus dirayakan dengan pesta pora, tetapi sebagai tanggung jawab yang luhur tapi berat,” ingat Haedar.
“Begitu juga jika nanti tidak memperoleh kesempatan atau kekuasaan posisi kursi, juga dengan lega hati untuk tetap berkhidmat untuk bangsa dan negara. Nah jika itu terlaksana tentu jadi hal yang kondusif,” ujarnya.
Tak lupa, Haedar berharap kejadian memilukan yang mencoreng gelaran pemilu tidak terulang lagi.
“Dan kami juga berharap pengalaman yang lalu 894 petugas KPPU yang meninggal tidak perlu terulang lagi, maka seluruh pihak perlu saling membantu dan tentu Muhammadiyah juga akan ikut membantu agar pelaksanaan pemilu ini dapat berjalan dengan baik,” tegasnya. (evi/eko)