JOGJABERITA – Tangis haru seketika pecah saat bus pengantar rombongan jamaah calon haji berangkat dari Balai Kota Yogya, Kamis (16/6).
Para anggota keluarga yang mengantar jamaah calon haji, bergantian melambaikan tangan sebagai tanda perpisahan sementara.
Diantaranya adalah Wulan Purwandari, seorang warga Demangan, Gondokusuman, Kota Yogya.
Dia bersama dengan anak dan adik laki-lakinya, mengantar sang ibu untuk berangkat menunaikan ibadah haji di tanah suci.
Pelukan demi pelukan dia berikan, hingga tangisnya semakin pecah saat sang ibu benar-benar memasuki bus.
Wulan mengaku, perasaan terharu sekaligus bahagia dia rasakan. Terharu, mengingat seharusnya sang ayah juga turut menunaikan ibadah haji pula bersama sang ibu.
Namun, takdir berkata lain. Ayah Wulan lebih dulu dipanggil oleh Tuhan pada tahun 2019.
Perasaan bahagia dan lega juga bersamaan dia rasakan, karena pada akhirnya sang ibu bisa menunaikan ibadah haji.
Pasalnya, sang ibu seharusnya dijadwalkan berangkat pada 2020. Namun, keberangkatannya terpaksa ditunda mengingat merebaknya pandemi Covid-19.
Kursi sang ayah diputuskan tak digantikan. Hal ini mengingat keberangkatan harus mundur lagi selama dua tahun jika jatah kursi ayahnya digantikan.
Sementara di sisi yang lain, sang ibu khawatir akan lebih dulu menemui ajal sebelum bisa berangkat ke tanah suci.
Apalagi saat ini ada kebijakan pembatasan usia 65 tahun, sedangkan ibunda Wulan saat ini telah menginjak usia ke-62 tahun.
“Mengapa kami sangat terharu, karena yang harusnya berangkat itu mama sama papa. Tapi Qadarullah papa diambil Allah 2019 kemarin.
Jadi, mama harus berangkat sendiri dan tidak ada yang bisa menemani. Memang sesedih ini.
Antara gembira karena akhirnya mama bisa berangkat, tapi juga ada haru ada sedih karena mama harus berangkat sendiri,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Balai Kota Jogja, Kamis (16/6).
Wulan menjelaskan, kedua orang tuanya telah mendaftarkan diri sejak tahun 2000. Ongkos naik haji pun dibayarkan dari tunjangan profesi guru yang dikumpulkan oleh kedua orang tuanya.
Dia menambahkan, sang ayah sempat menjadi guru di SMP Piri 1, sementara sang ibu pernah mengajar di SMKN 6 Yogya.
“Kebetulan kedua orang tua kami adalah guru. Baru berani mendaftarkan diri setelah mendapat tunjangan profesi waktu itu.
Setelah uangnya terkumpul, Bismillah diniatkan untuk membayar cicilan pertama untuk mendapatkan kursi nomor,” katanya.
Adiknya, Adrian Purnawan melepas kepergian sang ibu ke tanah suci dengan mencium kaki ibundanya.
Baginya, ini merupakan wujud kasih sayangnya yang besar kepada orang tuanya.
Dia berharap, sang ibu nantinya diberi kemudahan selama menjalani ibadah di tanah suci.
“Saya mencium kaki ibu karena terharu. Kami tahu bagaimana perjuangan orang tua untuk bisa beribadah.
Ditambah kemarin papa harus dipanggil Allah. Begitu terpukul, dan keberangkatan mama harus mundur karena pandemi. Ini bentuk kasih sayang saya kepada orang tua saya,” ungkapnya. (tyo/red)