JOGJABERITA– Berdoa dan beribadah merupakan hak dari setiap warga negara. Tak terkecuali bagi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) maupun para pecandu narkoba. Namun, keterbatasannya akan ilmu agama menjadikan mereka lalai terhadap kewajiban beribadahnya. Berangkat dari keprihatinan ini, Muhammad Tri Hardono tergugah untuk membangun pondok pesantren yang dia beri nama Pondok Tetirah Dzikir. Berlokasi di Kuton, Tegaltirto, Berbah, Sleman. Di sini, baik ODGJ maupun pecandu narkoba diajak untuk mengingat Tuhan dengan cara berdzikir.
Menurut Hardono, dzikir bisa menjadi salah satu metode penyembuhan. Lewat salat dan berdzikir, para ODGJ dan pecandu narkoba bisa kembali mengingat Sang Pencipta. Mereka juga bisa mendapatkan ketenangan lewat berdzikir. Dzikir dilakukan setidaknya 5 kali dalam sehari usai melaksanakan salat wajib
“Kami ajak berdzikir. Kita kondisikan mereka sholat dzikir dengan lafal Laa ilaaha illallah. Itu ternyata luar biasa. Dari berdzikir itu orang yang dalam keadaan parah jiwanya, terguncang hidupnya itu bisa tenang, tenteram. Sehingga kami ini lebih dikenal pondoknya ODGJ, orang-orang narkoba atau orang bermasalah karena mereka itu dengan begitu (dzikir), tenang,” jelas Hardono, Senin (17/4).
Pondok Tetirah Dzikir telah berdiri sejak tahun 1999. Hingga saat ini, Hardono telah berhasil membatu ratusan santri yang memiliki masalah kehidupan. Meski kebanyakan santrinya adalah orang yang mengalami gangguan jiwa, tetapi dia mengaku selalu menganggap santrinya normal seperti orang kebanyakan. Ini dilakukan untuk memberikan penghormatan kepada mereka dan diharapkan mampu membawa berkah. Sehingga nantinya, para santri mau berubah ke arah yang lebih baik.
“Mereka adalah hamba-hamba Allah yang terpilih untuk menerima ujian kehidupan sehingga mereka harus hilang diri. Kerika mereka menemukan dzikir, mereka menemukan harkat, menemukan dirinya. Itulah akhirnya mereka khidmat. Hari-hari hanya berdzikir, menyangga langit dengan doa dan dzikir. Mereka ga mikir apapun kecuali hanya menjalani hidup sesuai apa yang diperintahkan oleh Allah,” ujarnya.
Salah satu santri di Pondok Tetirah Dzikir adalah Ahlan. Dia datang dari Pacitan untuk mencari ketenangan dengan berdzikir di Pondok Tetirah Dzikir. Sebelumnya, dia datang dengan kondisi emosional yang tidak stabil.
Ahlan kerap marah, berteriak, hingga kerasukan. Namun, setelah beberapa waktu menenangkan diri di Pondok Tetirah Dzikir dia merasa lebih tenang dan emosionalnya juga lebih terkendali. “Di sini enak, senang. Waktu dzikir juga tenang,” kata Ahlan.
Santri lainnya yaitu Afandi, warga Palembang. Dia mengaku diantar ke Pondok Tetirah Dzikir oleh keluarganya. Saat itu dia dalam keadaan depresi, tidak ingat apa-apa, tidak bisa tidur, hingga blank pikirannya.
“Di sini baru 6 bulan. Alhamdulillah setelah dzikir bisan tidur bisa tenang. Sekarang bisa bersih-bersih. Setelah dari pondok mau mencari kerja,” ujar Afandi. (eng/eti)