Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Perlintasan Cahaya Dari Waktu ke Waktu Dalam “METAMORPHOLUX”

Perlintasan Cahaya Dari Waktu ke Waktu Dalam “METAMORPHOLUX”

JOGJABERITA– Perayaan Lintasan bercahaya SUMONAR 2022 METAMORPHOLUX akan kembali bersinar pada Selasa, 4 Oktober 2022 hingga Rabu, 12 Oktober 2022 di Jogja National Museum, Kawasan Nol KM Malioboro, Yogyakarta.

Sumonar sendiri merupakan festival video mapping dan seni cahaya yang diselenggarakan sejak 2019.

Festival ini diselenggarakan oleh Jogjakarta Video Mapping Project atau yang biasa dikenal sebagai JVMP (kolektif seniman visual dan media lainnya) yang berbasis di Yogyakarta.  

Selain sebagai ajang presentasi karya, festival ini juga menjadi tempat berkumpulnya para pelaku dan pecinta seni cahaya dari seluruh penjuru dunia.

Guna menyiasati perubahan tersebut, perlu kemampuan beradaptasi terhadap situasi dan kondisi karena tidak mudah untuk bertahan hidup dengan struktur yang sudah tercetak rapi di dalam DNA manusia. 

Creative Director (JVMP), Yohanes Nugroho menuturkan Metamorpholux merupakan perpaduan dua kata dari metamorphosis yang berarti peralihan atau perubahan bentuk dari fase satu ke fase selanjutnya. 

Dan “lux” yang merupakan satuan dari pencahayaan dan daya pancar cahaya. Dengan Metamorpholux, memantabkan komitmen Sumonar untuk terus berkembang dan diharapkan dapat menjadi sumber inspirasi bagi seniman cahaya untuk tetap berkarya, beradaptasi dengan kondisi, dan menjadi lebih ber”cahaya” dari sebelumnya.


Cahaya adalah titik tolak. Cahaya adalah keberangkatan. Seperti sebuah pertunjukan, cahaya adalah dimulainya sebuah lakon. 
Dalam lakon “realismus” (: realisme), peristiwa tidak hanya diangkat ke dalam suatu pemanggungan, tetapi dihidupkan melalui pencahayaan yang berlapis-lapis.


Lapisan-lapisan bercahaya ini secara psikologis dapat berfungsi sebagai menciptakan suasana sebagai pendukung spektakel, dialog, dan irama,  siasat waktu untuk menikmati suatu peristiwa dalam waktu singkat bahkan,  siasat ruang yang menjadi tanda pembatas ruang sedangkan cahaya juga  permainan properti. 

“Dari sekian banyak fungsi tata cahaya yang digunakan dalam pertunjukan teater realismus itu, satu-satunya alasan adalah untuk menyampaikan simbol dan pesan, bahkan hanya dalam satu gerakan tangan. 

Keduanya dapat ditafsirkan kembali oleh penonton, baik secara empiris maupun kontekstual, untuk dibawa pulang,”ucapnya Senin (3/10).


Setyo Harwanto sebagai General Manager Saab! Production menjelaskan
Festival cahaya kali ini ada hal yang berbeda, jika tahun lalu Sumonar dihelat selama satu minggu penuh. 


Tahun ini Sumonar diselenggarakan selama sembilan hari pada 4-12 Oktober 2022 berlokasi di Gedung Pameran Jogja National Museum dan fasad gedung heritage di Kawasan Nol KM Malioboro.

Presentasi karya video mapping dan seni instalasi cahaya selama ini diselenggarakan pada ruang publik, dan sejak tahun lalu kami mencoba memamerkan karya-karya beberapa seniman pada ruang yang lebih privat di Gedung Pameran Jogja National Museum. 

Perubahan ini memberikan banyak pengetahuan tentang pengelolaan ruang dan penikmat karya. Dimana keamanan, kenyamanan, dan kepentingan pengunjung menjadi tinjauan utama sebagai pertimbangan dalam menyelenggarakan Sumonar tahun ini.


“Sebagai upaya pemaksimalan atas layanan kunjungan, Sumonar kali ini menetapkan biaya masuk terkhusus pada gedung pameran sebesar Rp 30.000,00 per orang untuk pengunjung usia 12 tahun keatas dan tidak berlaku pada program Sumonar yang lain.
Pengunjung dibawah 12 tahun tidak dikenakan biaya masuk sebagai bentuk program edukasi bagi pelajar. Nantinya para pengunjung akan diberikan gelang sebagai tanda masuk galeri pameran.

Khusus untuk Opening Show pada Selasa, 4 Oktober 2022, Sumonar memberikan harga khusus dengan hanya membayar setengah harga dari harga normal. 

Penjualan tiket opening terbatas hanya untuk 150 pengunjung dengan bentuk pembayaran secara tunai dan QRIS pada loket gedung pameran Jogja National Museum,”ujarnya. 

Kurator SUMONAR 2022 Ignatia Nilu menuturkan bahwa edisi SUMONAR tahun ini mengangkat tajuk Metamorpholux “Theatrica Realismus”, dengan mencoba menghadirkan transformasi yang terjadi pada dan paska pandemi pada praktik kekaryaan maupun pewacanaan di seni cahaya.

Dalam praktik “Theatrica Realismus” serta komitmen SUMONAR melalui festival ini menghadirkan program Video Mapping, Video Mapping Gallery & Exhibition, Art Performances, Workshop, Sumonium dan Creative Talk & Gathering. 


Presentasi program eksebisi karya tiap seniman akan dihadirkan dalam ruang yang terpisah. Setiap seniman akan membangun realitas teatrikal di karyanya masing-masing. 


Karya seni cahaya pada perhelatan Sumonar tahun ini menonjolkan fungsi tata cahaya yang digunakan dalam menyajikan realitas gagasan masing-masing karya.  

Salah satunya adalah untuk menyampaikan simbol dan pesan, bahkan hanya dalam satu gerakan tangan (karya responsive/interaktif). Keduanya dapat ditafsirkan kembali oleh penonton, baik secara empiris maupun kontekstual, untuk dibawa sepulangnya dari ruang pamer.

Dalam proyek Metamorpholux “Theatrica Realismus”,  ini kita bisa mengambil peran cahaya dalam pertunjukan teater “realismus” itu untuk menampilkan lompatan-lompatan perubahan dari hasil pemaknaan atas situasi pandemi,”ujarnya.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *