JOGJABERITA– Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril merinci ada beberapa penyebab terjadinya penyakit gagal ginjal akut atau Acute Kidney Injury (AKI) yang terjadi beberapa waktu terakhir.
Diantaranya adalah infeksi, dehidrasi, pendarahan, adanya penyakit lain, hingga keracunan atau intoksikasi.
Kemenkes lantas melakukan investigasi melalui surveilans, pemeriksaan laboratorium, urin, dan darah.
Upaya biopsi ginjal juga dilakukan guna mencari kepastian penyebab terjadinya AKI. Syahril menjelaskan, berdasarkan serangkaian pemeriksaan tersebut hasilnya mengerucut pada penyebab AKI yang dominan yakni intoksikasi atau keracunan.
“Mengerucut pada hasil darah, urin, ditemukan zat-zat yang selama ini kita bahas ramai yaitu etilen glikol dan dietilen glikol. Begitupun di ginjal dilakukan biopsi ditemukan kerusakan ginjal yang disebabkan zat kimia tadi.
Gagal ginjal akut bisa disebabkan faktor lain, tapi setelah melakukan penyelidikan faktor risiko terbanyak karena intoksikasi,” katanya saat konferensi pers melalui sambungan zoom, Jumat (4/11).
Usai menemukan penyebab dominan AKI, Kemenkes gerak cepat melakukan langkah antisipasi berupa pelarangan bagi masyarakat untuk mengonsumsi obat-obat sirup.
Upaya ini praktis menurunkan jumlah kasus AKI di Indonesia. Bahkan menurut Syahril, penurunan kasus terbilang drastis jika dibandingkan pada sebelum tanggal 18 Oktober 2022 saat terbitnya rilis dari Kemenkes.
“Setelah kita ajukan pengumuman pelarangan konsumsi obat sirup, kasus menurun drastis jauh sekali. Setelah tanggal 18 Oktober 2022 hanya 5 atau 4 kasus. Sekarang di bawah hitungan 5 kasus,” ujarnya.
Direktur Utama RSUP Dr Sarjito Eniarti menjelaskan hingga saat ini tercatat telah ada 12 pasien AKI yang dirawat di RSUP Dr Sardjito. Enam pasien diantaranya meninggal dunia, sementara enam pasien lainnya dinyatakan sembuh.
Sebelumnya, pemeriksaan telah dilakukan pada 12 pasien tersebut meliputi pemeriksaan biopsi ginjal, panel pathogen, dan metagenomik.
Pemeriksaan toksikologi darah dan urin juga dilakukan pada 3 pasien. Hasilnya, ada temuan kandungan dietilen glikol pada hasil pemeriksaan satu pasien.
“Saya belum bisa memastikan kesimpulan penyebab kasus AKI yang terjadi di Jogjakarta. Hal ini lantaran jumlah sampel pemeriksaan yang terbilang terlalu sedikit, sehingga membutuhkan data yang lebih besar dalam skala nasional.
Masyarakat diminta untuk segera mendatangi fasilitas kesehatan jika menemui adanya gejala AKI. Utamanya, penurunan volume urin atau bahkan sama sekali tidak keluar urin.
“Deteksi dini menjadi satu hal yang harus diedukasi. Deteksi dini akan mempercepat penanganan,” imbaunya. (ong/red)