JOGJABERITA – Generasi muda sudah sepatutnya turut melestarikan kebudayaan Indonesia termasuk menjaga kelestarian gamelan. Prinsip ini dipegang teguh oleh seorang pemuda berusia 23 tahun asal Kota Yogya bernama Nur Setya Rahman Nuzulul Rohim atau Rahman. Dia digadang-gadang menjadi penerus pengrajin gamelan Hadi Seno.
Kini usaha turun temurun dari kakeknya itu dikelola oleh ayah Rahman yakni Sugeng Triyono. Sebagai generasi ketiga, Rahman juga berperan dalam pengelolaan usaha kerajinan gamelan ini.
Baginya, tak banyak yang dia tangani. Sebatas urusan pembukuan, pengadaan stok bahan, dan menemui klien atau tamu.
Meski begitu, Rahman merasa usaha kerajinan gamelan Hadi Seno jauh lebih tertata jika dibanding saat belum disentuh olehnya.
“Kalau sama bapak itu tidak didata.
Kalau saya tertulis semua. Untuk sosial media seperti Instagram, facebook, itu juga saya adminnya,” kata Rahman saat ditemui di kediamannya di Jalan Letjen Suprapto, Ngampilan, Kota Yogya, Kamis (5/1).
Rahman telah mengenal dunia gamelan sejak kecil. Setiap hari dia melihat sang ayah membuat gamelan untuk memenuhi pesanan. Sejak saat itu, dia berkeinginan untuk mengikuti jejak sang ayah.
Kecintaannya akan gamelan tumbuh bersama dirinya tanpa paksaan. Menginjak dewasa, Rahman diberi keleluasaan oleh orang tuanya untuk memutuskan masa depannya sendiri.
Memasuki jenjang pendidikan SMA dia memilih untuk menuntut ilmu keahlian karawitan di SMKI Yogyakarta.
Setelah itu, Rahman lantas melanjutkan pendidikannya di ISI Yogyakarta dengan jurusan yang sama. Ini merupakan bentuk totalitas Rahman dalam melestarikan gamelan.
“Saya suka di (bidang) seni. Kalau bukan generasi muda seperti saya ini siapa lagi yang mau melestarikan gamelan. Lama-lama bisa hilang juga,” ungkapnya.
Rahman turut memantau langsung proses pembuatan gamelan di rumahnya. Mulai dari penempaan logam, penyesuaian ukuran, pelarasan atau penyesuaian nada, pemolesan, hingga finishing.
Total ada 20 karyawan yang turut bekerja membantu proses pembuatan gamelan. Rahman menyebut gamelan Hadi Seno telah dipasarkan hingga luar negeri.
Diantaranya Jerman, Jepang, Moskow, Amerika, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
“Permintaan dari luar negeri masih sering. Amerika itu dua tahun sekali, kalau Malaysia dan Brunei paling setahun sekali,” ujarnya. (iin/evi)