Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Pameran Tunggal Fashion Lanny Amborowati

Pameran Tunggal Fashion Lanny Amborowati -------------------------------------------------------------------------------

JOGJABERITA– Berangkat dari pemikiran kreatif dan humanis dari seorang disainer muda yang telah mengantongi segudang catatan prestasi, lahir bentuk formulasi baru dalam upaya mempresentasikan karya busana (fashion).

Sebuah pameran yang digelar secara solo (tunggal) dan menempatkannya di sebuah galeri seni yang lebih banyak memajang karya-karya seni patung, lukis, dll. Lanny Amborowati mencoba sebuah terobosan baru yang memiliki dimensi yang sangat berbeda dengan pergelaran busana yang pernah ada.


Terobosan Lanny Amborowati bahkan seakan memunculkan spektrum baru dalam dunia pergelaran busana. Bahwa dunia tata busana (fashion universe) tidak lagi berkutat di seputar venue-venue yang dianggap memiliki elegansi dan standar previlasi kelas atas.

Tetapi busana juga bisa hadir di sebuah galeri
yang lebih dikenal publik sebagai ruang pajang karya seni tingkat tinggi. Seakan Lanny ingin menembus semua batasan dimensional yang selama ini ada dalam sketsa imajinasi publik.

Lanny menegaskan bahwa karya busana adalah sebuah karya seni bernilai tinggi yang tak beda dengan karya seni lain yang ada di selama ini.

Lanny juga mengangkat karya busana sebagai manifestasi budaya dimana setiap karya
menjadi wajah sebuah peradaban dengan segala dinamika pertumbuhannya.

Karena sifat dan karakter yang seperti itu, maka menempatkan karya busana dalam sebuah galeri seni menjadi sebuah keputusan
yang sangat tepat.


Dalam pergelarannya yang dikemas menjadi bentuk pameran tunggal, ini tentunya juga memiliki nilai tersendiri. Keberanian Lanny Amborowati menggelar pameran tunggal karya busana sangat jarang ditemui di tingkat daerah.

Masyarakat lebih mengenal pameran umum tentang kerajinan dimana busana
menjadi salah satu elemen di dalamnya. Atau dalam gelaran acara-acara busana dengan format konvensional.

Pameran tunggal membutuhkan keberanian luar biasa. Terlebih digelar selama satu bulan
penuh. Dan dalam rentang waktu itu, Lanny Amborowati tidak saja memajang karya. Namun juga mencoba melakukan berbagai kegiatan busana bernuansa sosial.

Workshop yang dijadikannya sarana
untuk berbagi ilmu (knowledge transfer), charity program yang merupakan bentuk kegiatan amal dan berbagai muatan yang membuat pameran busana tunggal Lanny Amborowati memiliki spektrum yang begitu luas.

Presentasi karya busana yang selalu diidentifikasi publik sebagai bagian dari aktifitas sosialita beraroma hedonistik, benar-benar hilang di tangan seorang Lanny Amborowati.
Karya busana Lanny sendiri memiliki nuansa kearifan yang sengat kental.

Meskipun dalam pengkayaan khasanah kreasinya tak menutup masuknya pengaruh tata busana dunia dan berbagai pengaruh dari luar
negeri. Namun berhasil diinkulturasikan dengan aspek budaya lokal dengan baik.

Hal tersebut tampak ketika Lanny memasukkan gaya busana tradisional Korea dengan menggunakan bahan wastra tenun
Mandhalika. Paduan dua budaya tersebut berhasil memadu dengan apik.

Begitu pula presentasi filosofis yang dihadirkan dalam seri karya bertajuk Amerie dimana memasukkan unsur-unsur semi militer ke dalam disain modest.

Pesan yang disampaikannya benar-benar terdiskripsi dengan jelas tanpa harus diurai
dalam susunan kalimat. Selebihnya, core pada modest yang biasanya lebih melekat pada gaya busana berbasis moslem wear mampu mengakomodasi nilai-nilai universalitas yang membuat gaya santun tersebut jadi tidak terkungkung dalam nilai religi tertentu saja.

Tetapi semua orang bisa mengenakannya
dalam momentum apapun. Manakala karya itu kemudian diperkaya dengan berbagai detail yang kaya makna, hasilnya adalah sebentuk karya seni yang pantas dipajang di sebuah galeri seni tingkat tinggi, namun juga bisa dikenakan semua kalangan untuk pakaian sehari-hari.


Pada kegiatan Lanny Amborowati kali ini, meskipun ruang pajangnya di galeri seni Gallery Kopi Macan, Yogyakarta.

Tetapi dalam rangkaian roadshow acara tersebut juga mempresentasikan karya-karya itu di Joglo Mas Resto sebagai bagian dari sarana komunikasinya dengan masyarakat umum.

Bisa dimaklumi bahwa masyarakat umum jauh lebih dekat ke venue berupa resto dibandingkan dengan eksklusifitas galeri seni. (tyo/een)

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *