Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Laksmi Shitaresmi Pertahankan Skena Seni Maskulin dan Patriarkh

Laksmi Shitaresmi Pertahankan Skena Seni Maskulin dan Patriarkh

JOGJABERITA–  Peresmian Pameran Laksmi Shitaresmi solo exibition “PULUNGGONO PULUNGSARI” Sabtu (27/8) berjalan dengan lancar dan juga hangat yang dipandu oleh seorang seniman perempuan Laksmi Shitaresmi yang bertahan dalam skena seni maskulin dan patriarkh, karya-karyanya melintas dari pengalaman personalnya tentang kedirian perempuan dan segala problem yang melingkupinya. 

Ada bentuk-bentuk figuran yang dikombinasikan dengan lanskap, abstraksi dan fantasi. Laksmi juga bekerja dengan patung dan instalasi sebagai medium merefleksikan pengalamannya melalui metafor tertentu seperti sapi, dan sebagainya.

 Pameran Laksmi Shitaresmi kali ini berjudul “Pulunggono Pulungsari” yang menandai pula perjalanan praktik kesenian Laksmi yang baru. 

Dalam kehidupan personalnya, di tengah membangun identitas diri yang baru, Laksmi Shitaresmi melihat bahwa ada perubahan pula dalam konteks artistik dan visi estetiknya. 

Laksmi menuturkan Pulunggono Pulungsari merupakan bagian dari Filosofi Jawa, yang bagi Laksmi merupakan sebuah cara untuk menemukan dirinya kembali dalam perubahan dunia yang begitu cepat.

“Melalui pendalaman terhadap filsafat Jawa, saya mencoba mempertanyakan gagasan tentang kesempurnaan, apakah tujuan hidup manusia untuk mencapai kesempurnaan dan bagaimana setiap orang sesungguhnya selalu menyusun makna dan definisinya sendiri tentang apa yang sempurna tersebut.


Untuk merefleksikan pengalamannya sendiri untuk mencari apa makna sempurna bagi dirinya sendiri ketika berbagai hal saling bertumpang tindih, raga dan sukma, lahir dan batin, badan dan roh, sekarang dan kelak, hidup di dunia saat ini dan mati di dunia sana, dan sebagainya. 

Pulunggono Pulungsari merupakan titik keseimbangan untuk mencari jalan tengah bagi beberapa hal yang bertentangan. 

Kesempurnaan itu adalah titik penemuan titik setimbang; di mana keduanya, pada akhirnya bisa melebur menjadi satu,”ucapnya.

Laksmi  menambahkan ia mengandaikan Pulunggono Pulungsari itu dalam beberapa bentuk simbol yang kemudian ia wujudkan dalam bentuk tiga dimensi yang lebih flat (seperti teknik membuat relief). 

Simbol- simbol itu ia letakkan pada kanvas yang telah ia beri torehan garis-garis dengan teknik engraving, seperti garis labirin yang berputar dan bertumpuk, menjadi ruang ruang yang seperti tak berbatas, saling terhubung dan mencari titik temu. 

Garis-garis yang berpola melingkar itu dibuat secara repetitif, menjadi semacam laku meditasi bagi senimannya sendiri, yang mengejawantahkan perjalanan spiritualnya.

“Warna-warna yang dihasilkan dalam karya ini merupakan warna asli/murni dari bahan plastik atau sampah bekas yang digunakan dalam karya, tidak ada campuran dari warna cat atau apapun itu,”Jelas Laksmi Shitaresmi yang ditemui di Outdoor Venue The 101 tugu, Yogyakarta. (tio/red)

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *