Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Ketua ORI DIY Akan Melakukan Pemanggilan Kepada Guru BK, Guru Agama, dan wali kelas SMAN 1 Banguntapan, Bantul

Ketua ORI DIY Budii Masturi Akan Melakukan Pemanggilan Kepada Guru BK, Guru Agama, dan wali kelas SMAN 1 Banguntapan, Bantul

JOGJABERITA– Beberapa waktu lalu, santer terdengar kabar adanya siswa di SMAN 1 Banguntapan, Bantul yang dipaksa untuk memakai seragam berjilbab.

Siswa tersebut diketahui dipaksa mengenakan jilbab oleh beberapa oknum guru Bimbingan Konseling (BK) dan guru agama. 

Atas kejadian tersebut, siswa mengalami depresi. Usai pemaksaan penggunaan jilbab di ruang BK, siswa bahkan diketahui menangis di toilet sekolah selama 1 jam. 

Akhirnya, siswa beserta wali dengan didampingi Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) mengadu ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY.

Pengaduan dilakukan pada Rabu lalu (27/7) kemudian ditindaklanjuti dengan pemanggilan Kepala SMAN 1 Banguntapan pada Jumat (29/7).

Ketua ORI DIY Budhi Masturi menjelaskan pihaknya hari ini kembali melayangkan surat panggilan ke SMAN 1 Banguntapan.

Pemanggilan kali ini ditujukan kepada guru BK, guru agama, dan wali kelas.

“Hari ini kami rencana mau melayangkan surat untuk meminta kehadiran BK, guru agama, dan wali kelas.

Untuk BK mungkin Rabu (3/8) kita jadwalkan. Kemudian guru agama dan wali kelas mungkin Kamis (4/8),” ujarnya saat ditemui di Kantor ORI DIY, Senin (1/8).


Budi mengatakan pihaknya akan terus mendalami kejadian ini. Beberapa dokumen seperti tata tertib sekolah juga diminta oleh ORI DIY untuk dilakukan pemeriksaan. 

Budi menambahkan saat audiensi dilakukan pada Jumat lalu, Kepala SMAN 1 Banguntapan dinilai tak terlalu banyak memberikan keterangan.

Hal ini karena pihaknya tak mengetahui persis kejadian dan tak mendapat laporan dari bawahannya. 


“Yang pasti, kami memastikan sebagai kepala sekolah sebenarnya beliau bagaimana peran pengendalian, kontrol, dan pengawasannya,” tambahnya.

Ketua Persatuan Orang Tua Peduli Pendidikan (Sarang Lidi) Yuliani menjelaskan kini siswa yang bersangkutan telah dalam kondisi yang sedikit lebih baik dari sebelumnya

Beberapa aktivitas sehari-hari sudah mampu dilakukan, misalnya mandi dan makan. Meski demikian, dia menilai emosional sang anak masih tinggi.


“(Keadaannya) sudah membaik, walaupun belum sempurna betul. Emosinya masih tinggi, yang penting jangan diajak ngomong yang kejadian kemarin-kemarin. Kami masih sangat pelan-pelan,” ujarnya.

Yuli menambahkan, guna memulihkan kondisi psikis siswi tersebut pihaknya menggandeng KPAI Kota Yogya untuk memberikan pendampingan.


“Ini nanti mau ditangani psikolog khusus. Nanti sore mau saya antar ke rumahnya (psikolog) dari KPAI Kota Yogya,” tambahnya.

Sebagai pendamping siswa, Yuli menilai SMAN 1 Banguntapan telah melakukan pemaksaan. Diantaranya, sekolah diketahui menjual seragam dengan jilbab yang terdapat logo sekolah di dalamnya.


 Menurutnya, hal ini termasuk pemaksaan, sehingga menjadikan siswa mau tidak mau harus mengenakan jilbab dari sekolah.

Selain itu, pihak sekolah juga melakukan pemanggilan hingga memarahi siswa untuk dipaksa memakai jilbab.


“Dua pemaksaan itu sudah melanggar aturan, baik aturan pemerintah maupun HAM aecara pribadi. Memaksa itu perbuatan tidak menyenangkan, ada perundungan, ada bullying. 

Ini lagi saya pikirkan untuk melangkah jalur hukum, supaya ada efek jera untuk sekolah-sekolah lain,” ungkapnya.

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *