NASIONALTERKINI– Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi melakukan analisis data hasil program bantuan atau dana hibah akreditasi internasional 2020-2023 yang diberikan kepada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY).
Pertemuan evaluasi dilaksanakan pada Senin sore (15/1) di Gedung AR Fakhruddin A lantai 5 UMY, di mana Kemdikbudristek mengajukan beberapa pertanyaan terkait dampak dari bantuan tersebut.
Subkoordinator Penjaminan Mutu Belmawa, Russy Arumsari, menyampaikan bahwa UMY adalah perguruan tinggi pertama yang mendapatkan hibah dari Kemdikbduristek, dengan enam program studi yang menerima bantuan.
Oleh karena itu, pihaknya merasa perlu melakukan pemantauan dan evaluasi terkait implementasi dana hibah tersebut oleh UMY.
“Walaupun anggaran yang kami berikan terbatas karena harus dibagi dengan perguruan tinggi lainnya, kami memohon masukan dari UMY agar kami dapat mengetahui seberapa efektif bantuan yang kami berikan,” kata Russy.
Ia menegaskan bahwa bantuan pemerintah bersifat insentif dan dirancang khusus untuk mendorong peningkatan mutu perguruan tinggi melalui proses akreditasi internasional.
“Bantuan ini bersifat insentif, bertujuan untuk memberikan dorongan. Dorongan yang kecil ini diharapkan mampu menggerakkan hal yang besar karena dana terbesar perguruan tinggi berasal dari sana, dan kami dari pemerintah hanya memberikan dorongan dengan harapan peningkatan mutu melalui akreditasi internasional,” jelas Russy.
Kepala Badan Penjaminan Mutu (BPM) UMY, Evi Rahmawati, menjelaskan bahwa sejak 2017, UMY telah menetapkan milestone (tonggak pencapaian) dengan fokus pada rekognisi internasional.
Dampaknya, semua program studi di UMY diharapkan unggul dalam akreditasi baik nasional maupun internasional. Sehingga BPM pun secara rutin melakukan monitoring dan evaluasi terhadap indikator kinerja strategis (IKS) yang telah ditetapkan oleh UMY, terutama terkait pengakuan internasional dan upaya menuju research excellent university dan world university ranking.
Menurutnya, setiap program studi memiliki indikator yang terdefinisi dengan baik yang memudahkan BPM untuk mengevaluasi kinerja setiap prodi, fakultas, dan unit pendukung. “Ketika kami melakukan monitoring per semester, itu tidak terlepas dari target atau milestone tadi yang berkaitan dengan rekognisi internasional, seperti sudah terakeditasi Outcomes Based Education (OBE), adanya mahasiswa asing, exchange student, double degree, visiting profesor, itu indikator yang sudah sangat jelas di UMY,” terangnya.
Sementara itu, Wakil Rektor bidang akademik UMY, Sukamta, menyoroti perubahan budaya di UMY sejak tahun 2017, dimana semua kegiatan berbasis output, termasuk IKS dan alokasi anggaran dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan institusi.
“Ini adalah budaya yang baik yang diterapkan oleh UMY, di mana setiap satu rupiah pun harus bertanggung jawab terkait dengan kinerjanya,” kata Sukamta.
Ia juga menilai bahwa penerapan OBE di UMY dapat menghasilkan praktik baik, di mana dosen tidak hanya menjelaskan definisi tetapi juga mengaitkannya dengan kasus-kasus konkret.
Tidak hanya itu, untuk penjaminan mutu, Sukamta mengatakan bahwa UMY melakukan audit terintegrasi baik akademik maupun non akademik. UMY bahkan mengundang kantor akuntan publik untuk mengaudit keuangannya.
Selama tiga tahun berturut-turut, UMY berhasil mendapatkan sertifikat wajar tanpa pengecualian. UMY pun melibatkan validator untuk memonitoring surat pertanggungjawaban (SPJ) dan penyusunan laporan pertanggungjawaban (LPJ)
“Validator memonitor secara online semua SPJ dan LPJ. Ketika tidak sesuai, akan ditolak, termasuk SPJ rektor. Kami berani menolak untuk menjamin mutu, dan pimpinan juga memberikan contoh, ketika Rektor dan Wakil Rektor kami audit, fakultas/prodi tidak ada alasan untuk tidak diaudit,” pungkas Sukamta. (eka/ert)