Jangan Tampilkan Lagi Ya, Saya Mau!

Identitas Budaya untuk Membangun Bangsa

Identitas Budaya untuk Membangun Bangsa

JOGJABERITA– Perayaan Hari Ulang Tahun ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia terasa lebih meriah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Semasa pandemi COVID-19 masih menggelayut, segenap elemen bangsa dan negara berupaya terus tangguh dan tumbuh. Kini, semangat itu terwujud dalam beragam aktivitas lomba dan pentas kegembiraan khas bulan Agustus.


Semarak lomba menyambut hari kemerdekaan Indonesia diikuti dengan gegap gempita oleh masyarakat. Paling banyak adalah lomba dalam kelompok yang menuntut kekompakan dan menciptakan kemeriahan massal, seperti lomba memasukkan pinsil ke mulut botol, dan membawa kelereng dengan sendok makan.


Ada juga lomba yang mengharuskan konsentrasi dan koordinasi tingkat tinggi seperti lomba balap karung yang tak jarang diselingi dengan iringan lagu dangdut. 

Tiap kali panitia memutar lagu dangdut melalui pengeras suara, peserta lomba wajib berhenti balap karung dan berjoget di tengah arena. Gelak tawa dari kejauhan menjadi penanda sedang berlangsungnya perlombaan 17 Agustusan.

“Masyarakat layak bergembira di bulan kemerdekaan ini. Kemeriahan perlombaan menjadi momentum pelepas kejenuhan dan kepenatan selama pandemi virus Corona,” ujar Khoirun Nisa, pendiri dan pembina Yayasan Omah Kreasi Centre.

Perempuan yang akrab dipanggil Nisa ini menyebut kemeriahan perayaan Hari Ulang Tahun ke-77 Kemerdekaan Republik Indonesia sebagai ucapan syukur sekaligus titik tolak untuk pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat.

“Pemerintah dengan cermat dan tepat mengusung tema hari ulang tahun ke-77 untuk mengingatkan kita bersama agar tidak berpuas diri namun hendaknya segera pulih dan bangkit, bahkan pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat” tegas Nisa.

Identitas Budaya IndonesiaDua bulan yang lalu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo mengajak semua komponen bangsa untuk mengaktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam praktik kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu diungkapkan pada saat peringatan Hari Lahir Pancasila di Ende, Nusa Tenggara Timur, Rabu (1/6).

Ajakan Presiden ke-7 Republik Indonesia ini menemukan tantangannya di saat semua komponen bangsa menghadapi kenyataan ekonomi, sosial, teknologi, budaya, politik, globalisasi, dan komunikasi yang berbasiskan teknologi dan internet.
“Dua momentum istimewa bagi bangsa dan negara ini dirayakan dengan kemeriahan yang berbeda. Di satu sisi, kita butuh internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila karena itulah pusat kehidupan berbangsa dan bernegara, namun, kemeriahan hari ulang tahun Pancasila dirayakan dalam atmosfer kekhidmatan,” kata Donum Theo, Aparatur Sipil Negara di Kementerian Komunikasi dan Informatika RI, di Jakarta, Rabu (17/8).

Di sisi lain, lanjut Theo, kemeriahan hari ulang tahun kemerdekaan republik ini terwujud di atas kebiasaan tahunan yang sudah mendarah daging. 

“Bahkan, kehadiran teknologi dan internet tidak dapat menggantikan pola perilaku masyarakat kita dalam perayaan kemerdekaan sampai hari ini, tetap lebih dominan lomba luring dibandingkan dengan daring,” katanya.
Lomba daring dalam rangka merayakan kemerdekaan tidak memiliki akar dalam tradisi dan budaya sebagai identitas bangsa Indonesia. 

“Mungkin nanti hanya generasi Z dan generasi Alfa kita yang lebih menikmati lomba daring melalui gawai berbasis teknologi internet, dan bukannya tanpa tantangan karena dua generasi ini tengah dicap sebagai generasi stroberi yang unik namun rapuh,” tegas laki-laki kelahiran Yogyakarta ini.

Bersama Membangun BangsaIdentitas budaya bangsa Indonesia tercermin dalam setiap nilai dan butir pengalaman Pancasila. Sayangnya, cerminan itu menjadi buram dengan serbuan hoaks, ujaran kebencian, hingga intoleransi yang bermunculan seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi.

“Tantangan identitas budaya menemukan realitas pahit yaitu hoaks, ujaran kebencian, dan intoleransi yang menyerang keberagaman kita, yaitu Bhineka Tunggal Ika,” jawab Nisa.  Maka, diperlukan upaya bersama untuk menjaga dan memperkuat implementasi nilai-nilai Pancasila dalam praktik keseharian yang betul-betul mengakar di tengah masyarakat.

Senada, Nisa mengamini tantangan generasi stoberi terhadap upaya aktualisasi dan internalisasi Pancasila dalam dunia digital. “Kita tidak boleh lupa bahwa Indonesia Emas 2045 akan dibangun oleh generasi yang sekarang ini berkutat dengan gawai dan internet.


Sementara itu, cap sebagai generasi unik namun rapuh juga dibarengi dengan identitas budaya yang tengah dihajar problem digital,” ujar Nisa. Yayasan Omah Kreasi Centre yang digawanginya, menawarkan berbagai aktivitas di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan. Yayasan yang baru seumur jagung ini diharapkan dapat membantu generasi muda dan masyarakat umum, khususnya di Yogyakarta, agar bersama-sama pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat.

“Saya ingin memulai dari Daerah Istimewa Yogyakarta karena di sinilah saya menemukan dan menjawab panggilan untuk membangun bangsa, tentu sesuai kemampuan dan kebutuhan kita,” kata Nisa.
Perempuan berdarah Sunda ini melihat masa depan generasi muda Indonesia dapat dioptimalkan. “Saya tergerak untuk menyertai dan mendampingi karena saya melihat potensi generasi muda saat ini, setidaknya agar mimpi Indonesia Emas 2045 menjadi mimpi yang indah bagi kita bersama,” tandasnya. (ang/red)

Share:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *