
NASIONALTERKINI. Yogyakarta, 16 Juli 2025 — Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengambil langkah tegas dalam melindungi hak-hak pekerja dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 6851 Tahun 2025 tentang Larangan Penahanan Ijazah dan/atau Dokumen Pribadi Milik Pekerja/Buruh oleh Pemberi Kerja. Surat edaran ini resmi ditandatangani pada 10 Juni 2025.
Langkah ini menjadi respons nyata atas maraknya praktik penahanan ijazah yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan sebagai bentuk jaminan kerja terhadap karyawannya. Praktik semacam ini dinilai melanggar hak dasar pekerja dan berpotensi menjadi bentuk pemaksaan yang tidak manusiawi, serta bertentangan dengan semangat perlindungan ketenagakerjaan.Tutur:Sri Sultan
Dalam surat edaran tersebut, Sri Sultan menegaskan bahwa penahanan ijazah maupun dokumen pribadi lainnya seperti KTP, kartu keluarga, atau dokumen legal milik pekerja adalah tindakan yang tidak dibenarkan secara hukum. Pemberi kerja dilarang keras melakukan penahanan atas alasan apapun.
Namun, terdapat pengecualian dalam kondisi tertentu. Apabila terdapat kesepakatan tertulis antara pekerja dan pemberi kerja yang sah secara hukum dan memuat alasan yang mendesak, penyerahan dokumen seperti ijazah tetap dimungkinkan. Akan tetapi, hal ini harus memenuhi sejumlah ketentuan ketat, antara lain:
Dilakukan atas dasar kesepakatan sukarela dari pihak pekerja.
Dicatat secara resmi dan disaksikan oleh pihak berwenang.
Disertai jangka waktu penahanan yang jelas dan terbatas.
Diberikan tanda terima atau bukti serah terima yang dapat dipertanggungjawabkan.
Penerbitan SE ini merupakan tindak lanjut dari Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/5/HK.04.00/V/2025, yang lebih dahulu menginstruksikan seluruh kepala daerah agar menjamin hak pekerja atas dokumen pribadinya.Paparnya
Sri Sultan dalam arahannya berharap agar seluruh perusahaan, baik di sektor formal maupun informal di wilayah DIY, menjunjung tinggi prinsip keadilan dan menghormati martabat pekerja. Penahanan ijazah sebagai bentuk tekanan kerja tidak hanya merugikan individu, tetapi juga mencederai nilai-nilai luhur ketenagakerjaan yang menjunjung keadilan dan transparansi.
“DIY harus menjadi contoh bagi daerah lain dalam memperlakukan pekerja secara adil dan manusiawi,” demikian disampaikan Sri Sultan dalam keterangan resminya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY, dalam pernyataan terpisah, juga menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan sosialisasi intensif kepada dunia usaha serta membuka kanal pengaduan bagi para pekerja yang mengalami penahanan dokumen. Pemberi kerja yang melanggar aturan ini dapat dikenai sanksi administratif hingga pidana sesuai ketentuan yang berlaku.
Dengan terbitnya SE ini, diharapkan dunia usaha di DIY semakin sadar akan pentingnya membangun hubungan kerja yang sehat, profesional, dan saling menghormati. Perlindungan terhadap pekerja bukan hanya kewajiban moral, tetapi juga landasan menuju iklim ketenagakerjaan yang produktif dan berdaya saing tinggi.Tutup Sri Sultan(Tyo)